Tuesday, May 27, 2008

Jamaluddin Al Afghani; Berpetualang Demi "Mengubur" Kolonialisme

Dalam kehidupannya ia disibukkan oleh pelbagai urusan dalam mensejahterakan umat. Ia telah mengarungi banyak daerah dan negara, mendapatkan sanjungan dan juga cercaan bahkan pengusiran. Perjuangan panjangnya pun berakhir ketika kanker yang telah menggerogotinya sejak tahun 1896 semakin mengganas dan tak bisa diobati. Pada tanggal 9 Maret 1897 ia wafat tanpa meninggalkan keturunan. Dunia berduka, kaum muslimin berkabung, setiap orang bersedih atas mangkatnya seorang tokoh Islam yang memiliki ide-ide segar di masanya, tokoh yang ingin memberantas "virus" kolonialisme, tokoh intelektual yang tak gentar terjun ke medan perang, tokoh itu bernama Jamaluddin Al- Afghani.


Ia dilahirkan di Asadabad pada tahun 1838. ayahnya bernama Sayyid Safdar salah seorang keturunan Ali At-Tirmizi yang telah lama hijrah ke Kabul. Sejak usia belia ia sudah menunjukkan kecerdasannya dengan menguasai berbagai macam disiplin ilmu, mulai dari sejarah, kedokteran, astronomi, hukum, metafisika, hingga filsafat juga telah ia kuasai.


Di usia muda ia pergi ke Najf guna menimba ilmu, di sana ia berdomisili selama lima tahun, setelah itu ia pulang ke tanah kelahirannya, ketika itu ia berencana melanjutkan studynya ke India guna melengkapi proses pendidikannya selama di Iraq. Akan tetapi Sayyid Safdar menghendaki agar Jamal mengurungkan niatnya itu. Demi mencapai cita-cita, akhirnya Al- Afghani berkata kepada ayahnya "aku bagaikan elang terbang tinggi yang melihat alam begitu luas sulit untuk dijelajahi. Dan aku kaget jika engkau hendak memenjarakanku dalam sangkar yang sempit nan mungil ini" ( Al-Urwah Al Wutsqa 2002 ) Perkataan ini merupakan indikasi kuat bahwa jamaluddin Al- Afghani memiliki semangat yang membara dalam menuntut ilmu meskipun ia harus berkeliling dunia. Maka tak heran jika dikemudian hari ia dikagumi oleh banyak orang dikarenakan memiliki ilmu yang luas.


Pada abad ke 17 Al- Afghani memulai petualangannya yang jauh dan melelahkan. Ketika itu kolonial semakin kuat dan merajalela dengan melebarkan sayap kekuasannya di penjuru dunia. Mereka telah menguasai sebagian besar daerah Afrika, india dan afrika Timur kecuali Libya. Salah satu misi mereka saat itu adalah menghancurkan negara-negara Islam yang barada dibawah pengaruh Daulah Ustmaniayah. Kolonialisme tersebar luas bak tumbuhnya jamur di musim hujan, kaum Muslimin semakin tertindas apa lagi kerajaan Ustmaniah berada diambang keruntuhan.


Dalam kondisi "panas" tersebut Al- Afghani masih dalam proses pendidikannya, ia semakin termotivasi, semangatnya terbakar dengan kondisi umat yang tidak menentu. Jamaluddin Al- Afghani semakin berambisi untuk berkelana ke berbagai tempat. Ketika ia berumur 19 tahun ia sudah menjelajahi India dan setelah itu menuju Najaf dan Karbala' dilanjutkan ke Teheran dan setelah itu ke Khurosan dan dari sana ia bertolak menuju Afghanistan. Di Afghanistan ia berdomisili di kabul. Di sanahlah Al- Afghani memulai karirnya. Sebagai mana yang dikatakan Doktor Muhammad Imarah berkebangsaan Mesir bahwa ia telah menulis bukunya yang pertama dengan bahasa Arab tentang sejarah Afghanistan, buku itu berjudul "Tatimmatu Al Bayan Fi Tarikh Al Afghan".


Jamaluddin berdiam di Afghanistan hingga tahun 1868. Selama di Afghanistan dia pernah diangkat menjadi perdana menteri dalam pemerintahan Muhammad A'dham Khan . Saat itu, Muhammad A'dham Khan sedang mempertahankan kekuasaannya dengan memanfaatkan kaum cendekiawan yang didukung rakyat Afghanistan sehingga kekuatannya semakin solid. Sayang, pada akhirnya Muhammad A'dham Khan terbunuh dan takhtanya jatuh ke tangan Sher Ali Khan. Itulah awal dari "masa pahit" dalam kehidupan Al- Afghani. Ujung-ujungnya Al- Afghani harus meninggalkan Kabul. Rupanya pengusiran oleh Sher Ali Khan berdampak bagi petualangan Al- Afghani selanjutnya.


India merupakan satu-satunya tujuan, karena saat itu ia dilarang melewati jalur Hijjaz melalui Persia. Di India Al- Afghani mandapat sambutan hangat dari penguasa saat itu. Akan tetapi ia dilarang untuk menemui para tokoh revolusi India. Khawatir pengaruh Al Afghani dapat menimbulkan perlawanan rakyat terhadap pemerintah kolonial. Akhirnya pemerintah India mengusir Al Afghani secara rahasia sehingga tidak memicu kemarahan penduduk setempat.
Al- Afghani dikirim ke Mesir. Ia tiba di Kairo di penghujung tahun 1879. Waktunya diisi untuk berdialog dan berdiskusi. Orang-orang pun tertarik untuk mengerumuninya guna mendengarkan dan menyimak perkataannya, di antara mereka adalah mahasiswa Al- Azhar, para tokoh pemerintahan dan politik.


Setelah empat puluh hari berdomisili di Mesir, ia pun membawa buku-buku yang selama ini setia menemani perjalanannya menuju Istambul untuk berdakwah. Di sana ia mendapatkan sambutan yang luar biasa. Ia pun segera diangkat menjadi anggota Al Majlis Al A'la' Lil Maa'rif. Pembahasan dalam seminar, ceramah dan kuliahnya terfokus pada pembebasan Islam dari pemikiran kharafat yang stagnan menuju pemikiran Islam yang logis dan rasional. Akan tetapi perjuangan Al- Afghani ini tak semulus apa yang ia banyangkan, di tengah dakwahnya itu ia "diserang" oleh fitnah yang muncul akibat keirian dan kedengkian sekelompok orang yang berbuntut pada pengusiran atas dirinya.


Dalam Periode selanjutnya Al- Afghani menuju ke Mesir dan tiba di Kairo untuk kedua kalinya pada bulat Maret 1871. Di sana ia melanjutkan dakwahnya yang pernah terputus dan segera mempengaruhi para mahasiswa dan ulama Al-Azhar. Saat itu ia bertemu dengan Muhammad Abduh, yang kemudian menjadi murit sekaligus sahabatnya, dalam sejarahnya Muhammad Abduh termasuk daftar tokoh-tokoh pembaharu Islam yang dapat memberikan kontribusi segar kepada dunia pemikiran Islam kontemporer. Periode inilah puncak dari karir Al- Afghani, ia begitu produktif dalam menelurkan ide-ide inovatif dalam menyusun "puzzel" pemikiran guna mengangkat kaum muslimin yang tenggelam dalam tanah hidup yang dalam.


Paling tidak ada dua hal penting yang terpatri dalam diri murit Al- Afghani ketika mengikuti kuliahnya, Pertama, Membangkitkan kembali "turas ummah" yang pernah berkilau. Kedua, Menggambarkan kepada umat akan sejarah, budaya dan thuras mereka dalam rangka membangkitkan semangat dalam melawan kolonialisme Barat.


Dalam jangka yang relatif singkat para sahabat dan murit Al- Afghani menerbitkan beberapa buletin, jurnal dan majalah yang telah mempengaruhi dunia pemikiran dan politik di Mesir kala itu.


Beberapa saat kemudian Jamaludian mendirikan partai yang pertama dan utama di antara partai-partai Mesir yang ada. Partai itu bernama "Al Hijb Al Wathani" yang menghimpun berbagai pendapat dan pemikiran, mengohohkan peta politik, serta membentuk kekuatan militer (Tentara inilah yang menjadi tentara inti dalam perang Arab tahun 1881) Tetapi, pemberontakan kaum nasionalis Mesir pada tahun 1882 berujung pada tindakan deportasi oleh pemerintah Mesir yang mencurigai Al- Afghani sebagai dalang dari pemberontakan itu. Afghani dideportasi ke India, kemudian ia bertolak ke London. Di sana ia bertemu dengan Muhammad Abduh, muridnya yang ternyata juga "dibuang" oleh pemerintah Mesir.


Selanjutnya Al- Afghani mengisi sisa-sisa umurnya berpetualang di daratan Eropa demi misi dakwahnya. Salah satu bukti nyata kehebatan tokoh inovatif ini adalah jurnal anti kolonialisme yang diterbitkan di Paris. Jurnal itu bernama Al- Urwatul Wutsqa. Jurnal ini begitu progresif dalam melawan badai imperialis dengan merekam opini dan analisis dari tokoh-tokoh Islam maupun Barat. Siapakah tokoh Islam yang akan lahir selanjutnya? Anda!.....


Kairo, 12 Maret 2007


No comments: