Tuesday, May 27, 2008

Perang dan Damai

Dahulu, dikehidupan manusia purba peperangan sangat rentan terjadi demi melangsungkan kebutuhan hidup. Peperangan mereka teramat beda jika dibandingkan dengan perang yang ada pada zaman kerajaan Babilonia, Romawi, China maupun Mesir. Mereka berperang bukan dengan manusia sebagai lawan tanding melainkan dengan lingkungan, termasuk serangan binatang buas.


Seiring dengan perkembangan kinerja otak manusia yang dilanjutkan dengan tumbuhnya peradaban baru maka kebutuhan akan kekuasaan dan wilayah semakin menggila. Tragisnya kemunculan kehidupan baru ini dipertajam oleh suasana persengketaan antar klan yang nyaris berlarut-larut.


Patut untuk dicermati disini bahwa peperangan akan meletus bilamana manusia telah menempati semacam kawasan tetap dan membentuk suatu kesatuan masyarakat yang sarat dengan pelbagai macam aturan main.Tanpa itu perdamaian kiranya akan tetap berjalan pada tempatnya. Tidak ada pertentangan apalagi benturan-benturan peradaban.


Mungkin bisa saja saya katakan bahwa terjadinya peperangan ini disebabkan oleh wujud perasaan ingin memiliki dan menguasai yang lain. Semakain besar kekuatan suatu bangsa semakin besar pula nafsu untuk menundukan dan memiliki. Hal ini persis apa yang telah dialami oleh sejarah bangsa Mongol. Mongol yang dulu hanya beberapa kawasan berpetak ditengah padang sabana lantas berubah menjadi bangsa penjarah yang sadis sesudah jengis Khan sadar akan kekuatan yang dimilikinya.


Masih dalam kontek ini saya ingin sekali memberikan suatu ketakjuban atas ouvere yang ditulis oleh Gaston Bouthoul. Dan bilamana dimuka saya lebih banyak menyinggung masalah peperangan maka untuk seterusnya tulisan ini akan lebih banyak terfokus kepada ranah persinggungan antara perang dan perdamaian.


Ketakjuban saya atas buku Avoir La Paix (perdamaian yang dipersenjatai) karya Gaston Bouthoul, pakar ilmu sosiologi perang Perancis ini tidak lain hanya dilatar belakangi oleh pemikiranya yang begitu unik. Dikatakan unik karena ia berbeda dengan pakar lain dalam menangani kajian atas kasus perdamaian. Dalam bukunya tersebut ia berusaha mengemas permasalahan tadi dengan mengadakan studi persinggungan antara isu perdamaian dan peperangan.


Entah sejak kapan peperangan dan perdamaian mengeruak dipentas dunia ini. Apakah perang terlebih dulu atau damai. Yang jelas betapa pun para pilosof maupun sejarawan bergelut dalam masalah ini namun semuanya tidak dapat menampakan kepada kita hasil yang nyata. Adapun menurut pandangan Heraclius pribadi peperangan adalah lebih awal. Meskipun peperangan bukan segalanya tapi yang pasti peperangan lebih awal dan acap mengeram pada semua sektor termasuk juga dalam alam fikiran kita.


Menurut Bothoul peperangan meletus bukan disebabkan faktor politik namun lebih cenderung terjadi karena konflik sosial yang bermuara pada ketegangan diri individu sosial. Dan jalan satu-satunya untuk menanggulanginya adalah dengan memadamkan ruh permusuhan.Hanya dengan cara itulah kita dapat menyentuh serta mengobati ketegangan tadi, tukasnya.


Mungkin bagi saya corak penanggulangan Bothoul ini lebih mendekati metode ala psikolog ketimbang sosiolog kendati pada sisi lain perannya sebagai seorang sosiolog polemologi sedikit demi sedikit kentara juga.


Pun saya pribadi melihat bahwa ide yang dibawa Bothoul ini --- dalam menangani kasus peperangan—hampir mirip dengan tawaran yang diajukan oleh guru Kong (julukan Kong-futse) dan Mo zi (480-420 SM) ribuan tahun yang lalu. Terutama dengan pemikiran Mo zi yang mengajak kita agar menebarkan cinta Universal. Dalam hal ini Mo zi berupaya menggiring kesadaran tiap manusia supaya menciptakan manusia tanpa kelas atas dasar cinta universal. Sebab pengkotakan masyarakat akan berdampak kepada pertentangan serta ketegangan yang dapat melibas element bawah dan melebar ketepi jurang peperangan, seperti yang dirasakan pada waring states period, periode Cina kuno berkisar antara 6 sampai 5 sebelum masehi. Dengan cinta universal ini diharap segala manusia dalam beragam kasta ---melintasi batasan SARA—dapat melenyapkan hawa permusuhan.


Yang saya maskudkan kemiripan antara Bothoul dan kedua tokoh diatas bukan berarti ia menyerukan love othernya Kong-futse atau cinta Universal Mo zi. Penilaian saya ini terletak pada keterkaitanya dalam menangani kasus diatas. Ketiganya bertitik tolak atas unsur psikologi jiwa manusia yang berupa peniadaan akan sikap permusuhan dan kedengkian.


Selanjutnya masalah perdamaian tidak akan mungkin ditelusuri jejaknya jika kita tidak mampu mensejajarkannya dengan peperangan. Sebab lahirnya perdamaian ini diakibatkan oleh hilangnya peperangan (meminjam istilah Aristide Briand). Atau dalam bahasa Jack Breefer, perdamaian hakiki hanya akan hadir kalau peperangan sedang meletus di tempat lain. Dengan demikian antara perang dan damai mempunyai titik kesamaan yang erat.


Untuk itu ada baiknya kalau saya disini mengutip pandangan rasul saw tentang fenomena perang. Beliau bersabda Al-jannatu tahta dzilal as-suyuf (surga berada dibawah naungan pedang). Hadits ini saya kira kurang tepat jika dijadikan dalih guna menggencarkan serangan membabi buta terhadap kaum kafir. Melainkan hemat saya hadits ini mengisyaratkan kepada suatu rahasia terpendam. Seolah-olah rasulullah mengatakan bahwa dibalik bengisnya peperangan terdapat segunduk pundi emas kedamaian (al-jannah). Saya analogikan al-jannah dengan kedamaian sebab kedamaian merupakan akhir tujuan tiap manusia sebagaimana surga.Jadi peperangan adalah modal pokok bagi perdamaian. Kendati perdamaian sendiri tidak mesti diperoleh dengan jalur peperangan akan tetapi keduanya saling membentuk rantaian mutual-komensalisme.


Dan sudah barang tentu jika perdamaian dan perang merupakan dua fenomena yang saling merajut dan saling melengkapi. Perdamaian tidak akan pernah muncul bilamana perang tidak kunjung hadir. Demikian sebaliknya. Pendek kata perdamaian adalah produk peperangan, sebagaimana perdamaian juga mengandung muatan anasir perang. Hingga pada suatu babak nanti perdamaian keluar sebagai pemenang. Intinya mesti ada kajian komperatif antara polemologi (ilmu tentang peperangan) dan trenologi (ilmu tentang perdamaian) untuk mengulas permasalahan diatas.


Wallahu a'lam bi ashowab.

No comments: